Feature

Merantau, Jejak Langkah Menjemput Ilmu dan Harga Diri

SENANDIKA.ID Apa makna dari meninggalkan rumah dan menempuh jalan panjang ke tanah asing? Dalam tradisi merantau, kita menemukan lebih dari sekadar perpindahan tempat: ia adalah perjalanan membentuk jati diri.

Oleh: Doni Onfire

Merantau bukan sekadar perpindahan fisik dari satu tempat ke tempat lain. Ia adalah sebuah tradisi, pilihan hidup, dan bahkan bentuk perjuangan untuk menjemput kedewasaan. Di banyak daerah di Indonesia, terutama dalam kebudayaan Minangkabau, merantau bukan hanya lumrah tetapi suatu keharusan sosial dan moral.

Tradisi Merantau: Meninggalkan Rumah, Menemukan Diri

Merantau adalah ketika seseorang meninggalkan tempat lahir dan tumbuh besarnya menuju wilayah lain demi menimba ilmu, mencari nafkah, memperluas pengalaman, atau sekadar memenuhi rasa penasaran akan dunia yang lebih luas. Orang tua dahulu kerap berkata, “Merantaulah, agar engkau tahu artinya keluarga dan belajar bagaimana bersikap dengan orang lain.”

Aktivitas ini dipercaya mampu membentuk karakter, menumbuhkan kemandirian, dan mengajarkan makna tanggung jawab. Banyak keluarga bahkan memiliki prinsip bahwa anak-anaknya, terutama laki-laki, harus merantau agar tidak tumbuh menjadi pribadi yang takut tantangan dan bergantung pada kampung halaman.

Minangkabau: Merantau sebagai Identitas Kultural

Dalam masyarakat Minangkabau, merantau tidak hanya tradisi, tetapi identitas. Gusti Asnan dalam Kamus Sejarah Minangkabau menjelaskan bahwa budaya merantau adalah bagian dari karakter kolektif orang Minang yang dikenal adaptif dan menjunjung tinggi kehormatan diri. Falsafah Minang menyatakan:

“Nan rancak diawak, katuju dek urang handaknyo; tagak di nan data, bajalan di nan luruih, bakato di nan bana.”

Falsafah ini menekankan pentingnya kebenaran, kesantunan, dan penghormatan dalam berinteraksi di tanah perantauan. Dalam semangat “alam takambang jadi guru”, merantau adalah belajar dari semesta, bukan sekadar bekerja di negeri orang.

Idrus Hakimy dalam Pegangan Penghulu, Bundo Kanduang, dan Pidato Alua Pasambahan Adat di Minangkabau menambahkan bahwa sejak dahulu, lelaki Minang dituntut untuk berani merantau. Bagi mereka, hidup di rantau adalah medan tempur untuk membuktikan diri. Pepatah lokal berkata:

“Dima tagak, disinan tanah dipijak; disitu langik dijunjuang. Masuak kandang kambiang membebek, masuak kandang kabau melanguah.”

Dengan sistem matrilineal yang menjadikan perempuan sebagai pewaris pusaka, laki-laki Minang justru terdorong untuk menorehkan keberhasilan di luar kampung halaman. Harga diri dibangun melalui pencapaian di tanah orang, bukan dari warisan leluhur semata.

Merantau dalam Pandangan Islam

Merantau juga memiliki dasar yang kuat dalam Islam. Dalam surat Al-Mulk ayat 15, Allah SWT berfirman:

“Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.” (QS. Al-Mulk: 15)

Nabi Muhammad SAW bahkan mengutus sahabat-sahabatnya ke berbagai wilayah untuk berdakwah dan menuntut ilmu. Dalam hadisnya, Rasulullah bersabda:

“Barang siapa yang keluar untuk mencari ilmu, maka ia fisabilillah sampai ia kembali.”

Imam Syafi’i pun menganjurkan merantau:

“Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan. Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan keruh menggenang.”

Merantau, dengan demikian, bukan hanya tentang berpindah tempat, tetapi tentang membangun makna hidup yang lebih besar. Ia menantang seseorang keluar dari zona nyaman untuk bertumbuh, baik secara spiritual, intelektual, maupun sosial.

Penutup: Merantau, Jalan Menuju Kematangan

Dalam Islam, merantau bernilai ibadah jika dilakukan dengan niat yang benar entah untuk menuntut ilmu, berdakwah, atau mencari nafkah yang halal. Merantau sejatinya adalah perjalanan menuju kematangan jiwa dan keluasan wawasan. Ia menuntut keberanian, namun menjanjikan kedewasaan.

Merantau bukan berarti meninggalkan, tetapi menjemput. Menjemput pengetahuan, pengalaman, dan jati diri. Sebab terkadang, untuk mengenal rumah, seseorang harus terlebih dahulu pergi jauh darinya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button