HukrimRegional

Ihwal Dugaan KDRT, Penasihat Hukum AMW Harap Dapat Putusan Seadil-adilnya

SENANDIKA.ID – Sidang pembacaan Duplik atas replik pledoi terdakwa AMW dalam kasus dugaan tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kembali digelar di Pengadilan Negeri Kotamobagu, Senin (2/12/2024).

Dalam sidang tersebut, tim penasihat hukum AMW menguatkan isi pledoi yang telah disampaikan pada sidang sebelumnya.

Brayen Tomelo, Penasihat Hukum terdakwa yang juga Ketua Bawaslu Bolmong Utara, menyatakan kepada awak media bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, pihaknya yakin bahwa AMW dapat dibebaskan dari segala tuntutan hukum yang dikenakan terhadapnya.

“Kami telah melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, dan masih yakin bahwa terdakwa bisa bebas dari tuntutan hukum,” ujar Brayen.

Menurut Brayen, sebagai penasihat hukum, ia telah berusaha semaksimal mungkin mengungkap fakta hukum yang sebenarnya terkait dengan dugaan tindak KDRT yang dilakukan oleh AMW terhadap istrinya, SRL.

Selama rangkaian persidangan, tidak ada saksi yang melihat atau menyaksikan langsung perbuatan kekerasan yang dituduhkan. Bahkan, terungkap dalam sidang bahwa pada waktu kejadian, SRL mendatangi rumah seorang perempuan berinisial YM tanpa izin dan terlibat keributan di sana.

YM, yang merasa terganggu dengan kehadiran SRL di rumahnya, lalu menghubungi AMW, meminta agar SRL segera dibawa pulang untuk menghindari keributan lebih lanjut.

Ketika AMW datang untuk membawa SRL pulang, SRL menolak dan malah meminta AMW untuk menandatangani pernyataan tidak akan lagi berhubungan dengan YM. Ketegangan semakin memuncak, dan AMW pun terpaksa menarik tangan istrinya untuk membawanya keluar dari rumah YM.

“AMW melakukan itu semata-mata untuk melindungi kehormatan istrinya, dirinya sendiri, dan juga kehormatan pihak-pihak yang ada di rumah tersebut. Jika tidak segera bertindak, keributan yang terjadi bisa memperburuk hubungan kekerabatan antara keluarga mereka dengan keluarga YM,” jelas Brayen.

Brayen menegaskan bahwa kliennya tidak dapat dikenakan pasal 44 Ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), karena menurutnya tidak ada unsur kesengajaan atau kelalaian dalam peristiwa tersebut.

Tindakan AMW, yang menurutnya menarik tangan istrinya, seharusnya dipandang sebagai noodweer (pembelaan terpaksa) sesuai dengan ketentuan Pasal 49 KUHP, sebagai alasan pembenar dalam hukum pidana.

Brayen berharap bahwa berdasarkan fakta hukum yang terungkap selama persidangan, kliennya mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya.

Ia juga mengingatkan publik bahwa tidak semua informasi atau berita viral mengenai kasus pidana adalah benar, sehingga penting untuk menunggu proses pembuktian yang sah melalui jalur pengadilan untuk menemukan kebenaran material dari setiap peristiwa hukum.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button